1.1. Pengertian Bank Syariah
Pengertian Bank menurut UU No.10 tahun 1998 adalah sebuah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan pengertian Bank Syariah adalah
badan usaha berupa bank yang mengoperasikan usahanya berdasarkan prinsip bagi
hasil yang sesuai dengan kaidah ajaran islam tentang hukum riba. Pada dasarnya
bank Syariah tidak beda jauh dari bank konvensional. Perbedaan mendasarnya
hanya prinsip usaha saja, bank konvensional menggunakan prinsip bunga sedangkan
bank syariah lebih menekankan pada prinsip bagi hasil karena berpedoman pada
ajaran Islam.
Berikut adalah pengertian Bank Syariah
menurut para Ahli :
1. Muhammad (2002)
dalam buku "Manajemen Bank Syariah" menuliskan
bahwa definisi Bank Syariah sebagai bank yang aktivitasnya
meninggalkan masalah riba atau bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan
pada bunga. Dijelaskan pula bahwa Bank Syariah
merupakan suatu lembaga keuangan dimana usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat
Islam. Disamping itu berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di
sektor riil melalui aktivitas usaha (jual beli, investasi, dan
lain-lain) sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yakni aturan
perjanjiannya berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain baik dari segi
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
syariah. Prinsip yang dimaksud ada yang bersifat mikro, ada pula yang bersifat
makr0. Secara ringkas, nilai-nilai makro tersebut meliputi : kemaslahatan,
keadilan, sistem zakat, bebas dari riba, bebas dari usaha spekulatif dan tidak
produktif seperti : perjudian (maysir), hal-hal yang meragukan (gharar),
hal-hal rusak atau tidak sah (bathil) serta pemanfaatan uang sebagai alat
tukar. Sedangkan nilai-nilai mikro yang dimaksud mencakup sifat-sifat mulia
yang menjadi tauladan dari Rasulullah SAW (shidiq, tablig, amanah, dan
fathonah).
2. Susilo,
Triandaru dan Totok (1992) dalam Buku "Apa dan Bagaimana Bank Islam"
dijelaskan dalam buku tersebut bahwa bank syariah adalah bank yang dalam
kegiatannya, baik dalam menghimpun dana maupun dalam rangka menyalurkan dananya
menggunakan imbalan berdasarkan prinsip syariah (bagi hasil bank syariah).
3. Karnaen
Perwataatmaja dan Muhammad Syafe'i Antonio (1992) dalam buku "Apa dan
Bagaimana Bank Islam" dalam penjelasannya pengertian bank syariah
masuk dalam kategori bank Islam. Bank Islam memiliki dua perbedaan
definisi bank Islam : (1) Bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah
Islam dan (2) Bank yang tata cara dalam operasinya berdasarkan pada ketentuan
Al Qur'an dan Hadits.
1.2. Dasar Hukum Lembaga Bank Syariah
1.
UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas bahwa BMI adalah bank pertama di Indonesia yang
beroperasi berdasarkan pada prinsip syariah. Dasar hukum berdirinya BMI adalah
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Secara substansi, UU ini merupakan
peraturan perbankan nasional yang muatannya lebih banyak mengatur bank
konvesional dibandingkan bank syariah. Tidak banyak pasal yang mengatur tentang
bank syariah dalam UU ini. Kata ‘bank syariah’ juga tidak disebutkan secara
eksplisit. UU ini hanya menyatakan bahwa bank boleh beroperasi berdasarkan
prinsip pembagian hasil keuntungan atau prinsip bagi hasil (profit sharing) (lihat Pasal 1 butir 12 & Pasal 6
huruf m). Tidak disebutkannya kata ‘syariah’ atau ‘Islam’ secara eksplisit
dalam UU ini disebabkan, menurut Sutan Remy Sjahdeini, masih tidak kondusifnya
situasi politik pada saat itu. Pemerintah masih ‘alergi’ dengan penggunaan kata
‘syariah’ atau ‘Islam’.. Meskipun UU No. 7 Tahun 1992 mengizinkan bank
beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak ada petunjuk lebih lanjut
bagaimana bank tersebut mesti dijalankan. Oleh karena itu, untuk memberikan
pemahaman dan petunjuk yang jelas, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Menurut Pasal 1 butir 1 PP No. 72, yang dimaksud dengan bank berdasarkan
prinsip bagi hasil adalah Bank Umum atau Bank Prekreditan Rakyat yang melakukan
kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil. Adapun yang dimaksud
dengan prinsip bagi hasil sebagaimana yang dimaksud Pasal 1 ayat (1) adalah
prinsip bagi hasil yang berdasarkan Syari’at. Berdasarkan pasal-pasal ini dapat
dipahami bahwa ungkapan bank bagi hasil secara
prinsip merupakan terminologi yang digunakan untuk bank Islam atau bank
Syariah. Artinya yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil adalah prinsip
muamalah yang berdasarkan pada syariah. Kata syariah secara jelas merujuk pada
hukum Islam. Maka, prinsip dasar bank syariah dalam menjalankan aktivitasnya
adalah hukum Islam atau syariah. Mengenai aktivitas bisnis bank, PP No. 72
mengatur secara jelas bahwa bank umum dan bank prekreditan rakyat (BPR) yang
beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil tidak boleh secara bersamaan
melakukan aktivitas bisnis berdasarkan prinsip konvensional. Begitu juga
sebaliknya, bank umum dan BPR konvensional juga tidak boleh melakukan aktivitas
bisnis berdasarkan prinsip bagi hasil. (lihat Pasal 6). Kemudian, untuk
memastikan aktivitas bank bagi hasil tidak bertentangan dengan prinsip syariah,
maka PP No. 72 juga mengatur bahwa bank bagi hasil harus mendirikan Badan
Pengawas Syariah (BPS). Fungsi utama BPS ini adalah untuk mengawasi dan memastikan
bahwa produk-produk yang ditawarkan oleh bank ini betul-betul sesuai dengan
prinsip syariah. Adapun secara struktural, posisi BPS di dalam bank bersifat
independen, terpisah dari menajemen bank dan tidak mempunyai peran dalam
operasional bank. BPS dalam menjalankan aktivitasnya selalu berkonsultasi
dengan Majelis Ulama Indonesia.Dari penjelasan di atas, dapat dicatat bahwa
sejak diberlakukanya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan
Pemerintahnya, maka bank syariah di Indonesia telah menjadi kenyataan. Hal ini
dianggap sebagai front gateberoperasinya bank syariah di Indonesia.
Namun, peraturan-peraturan tersebut masih dianggap belum memadai untuk
mendorong perkembangan bank syariah, karena sekedar mengatur bank yang
beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil, namun tidak secara definitif dan
komprehensif mengatur akitifitas bank berdasarkan prinsip syariah.
2.
UU
No.10 tahun 1998
Pada tahun 1998, UU Perbankan (UU No. 7 Tahun 1992) diamandemen dengan UU
No. 10 Tahun 1998. Berbeda dengan UU No. 7 Tahun 1992 yang tidak mengatur
secara pasti perbankan syariah, ketentuan-ketentuan mengenai perbankan syariah
dalam UU No. 10 Tahun 1998 lebih lengkap (exhaustive) dan sangat
membantu perkembangan perbankan syariah di Indonesia. UU No. 10 Tahun 1998
secara tegas menggunakan kata bank syariah dan mengatur secara
jelas bahwa bank, baik bank umum dan BPR, dapat beroperasi dan melakukan
pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah. (lihat Pasal 1 butir 12, Pasal 7
huruf c, Pasal 8 ayat (1 & 2), Pasal 11 ayat (1) & (4a), Pasal 13,
Pasal 29 ayat (3) dan Pasal 37 ayat (1) huruf c). Adapun yang dimaksud dengan
prinsip syariah, menurut Pasal 1 butir 13, adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiyaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip pernyertaan modal (musharakah), prinsip
jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabah), atau pembiayaan
barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau
dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Ketentuan di atas menunjukkan
perluasanan eksistensi bank syariah dalam melaksanakan kegiatannya, di mana
dalam UU sebelumnya hal tersebut tidak diatur secara jelas. Selanjutnya, UU No.
10 Tahun 1998 ini juga membolehkan bank konvensional untuk menjalankan
aktifitasnya berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia.(Pasal 6 huruf m). Dalam hal ini, bank konvensional
yang hendak menjalankan kegiatan syariah harus mendirikan kantor cabang atau
sub kantor cabang. Adapun untuk BPR tetap tidak dibolehkan untuk menjalankan
aktifitas secara konvensional dan syariah secara bersamaan. Perbedaan lainnya
adalah diberikannya wewenang kepada Bank Indonesia untuk mengawasi dan
mengeluarkan peraturan mengenai bank syariah. Sebelumnya kewenangan tersebut
diberikan kepada kementrian keuangan. Sejarah mencatat, bagaimana Bank
Indonesia sangat aktif dalam mengembangan perbankan syariah. Banyak Peraturan
Bank Indonesia yang telah dikeluarkan demi menunjang kelancaran operasional
bank syariah.
3.
UU No. 21 Tahun 2008
Berdasarkan
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan dan berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dasar
hukum perbankan syariah di Indonesia semakin kuat dan jumlah bank syariah
semakin meningkat secara signifikan. Akan tetapi, beberapa praktisi dan pakar
perbankan syariah berpendapat bahwa peraturan yang ada masih tidak cukup untuk
mendukung operasional perbankan syariah di Indonesia. Sebagai contoh, bank
syariah beroperasi hanya berdasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional yang
kemudian diadopsi Bank Indonesia dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia yang tersebar dalam berbagai bentuk kadangkalaoverlapping satu
sama lainnya. Kemudian, bank syariah mempunyai karakterisitk yang berbeda
dengan bank konvensional, sehingga pengaturan bank syariah dan bank
konvensional dalam satu Undang-Undang yang sama dipandang tidak mencukupi. Oleh
karena itu, adanya UU khusus yang mengatur bisnis perbankan syariah secara
konfrehensif merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk diwujudkan.
Pada tahun 2008, Dewan Perwakilan Rakyat dengan dukungan pemerintah,
mengesahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. UU ini terdiri dari
70 pasal dan dibagi menjadi 13 bab. Secara umum struktur Hukum Perbankan
Syariah ini sama dengan Hukum Perbankan Nasional. Aspek baru yang diatur dalam
UU ini adalah terkait dengan tata kelola (corporate governance),
prinsip kehati-hatian (prudential principles),
menajemen resiko (risk menagement), penyelesaian sengketa,
otoritas fatwa dan komite perbankan syariah serta pembinaan dan pengawasan
perbankan syariah. Bank Indonesia tetap mempunyai peran dalam mengawasi dan
mengatur perbankan syariah di Indonesia, namun saat ini pengaturan dan
pengawasan perbankan, termasuk perbankan syariah di bawah Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sesuai dengan amanah UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
1.3.
Fungsi/Peranan Bank Syariah
1.3.1.
Fungsi Bank Syariah untuk Menghimpun Dana Masyarakat
Fungsi bank
syariah yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan
dana. Bank syariah mengumpulkan atau menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk titipan dengan menggunakan akad al-wadiah dan dalam bentuk investasi
dengan menggunakan akad al-mudharabah. Al-wadiah adalah akad antara pihak
pertama (masyarakat) dengan pihak kedua (bank), dimana pihak pertama menitipkan
dananya kepada bank dan pihak kedua, bank merima titipan untuk dapat
memanfaatkan titipan pihak pertama dalam transaksi yang diperbolehkan dalam
islam. Al-mudarahbah merupakan akad antara pihak pertama yang memiliki dana
kemudian menginvestasikan dananya kepada pihak lain yang mana dapat
memanfaatkan dana yang investasikan dengan tujuan tertentu yang diperbolehkan
dalam syariat islam.
1.3.2.
Fungsi Bank Syariah sebagai Penyalur Dana Kepada
Masyarakat
Fungsi bank
syariah yang kedua ialah menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan.
Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi
semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Menyalurkan dana merupakan
aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah. Dalam hal ini bank syariah
akan memperoleh return atas dana yang disalurkan. Return atau pendapatan yang
diperoleh bank syariah atas penyaluran dana ini tergantung pada akadnya. Bank
syariah menyalurkan dana kepada masyarakat dengan menggunakan bermacam-macam
akad, antara lain akad jual beli dan akad kemitraan atau kerja sama usaha.
Dalamakad jual beli, maka return yang diperoleh bank atas penyaluran dananya
adalah dalam bentuk margin keuntungan. Margin keuntukngan merupakan selisih
antara harga jual kepada nasabah dan harga beli bank. Pendapatan yang diperoleh
dari aktivitas penyaluran dana kepada nasabah yang menggunakan akad kerja sama
usaha adalah bagi hasil.
1.3.3.
Fungsi Bank Syariah memberikan Pelayanan Jasa Bank
Fungsi bank syariah disamping
menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat, bank syariah memberikan
pelayanan jasa perbankan kepada nasabahnya. Pelayanan jasa bank syariah ini
diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan
aktivitasnya. Pelayanan jasa kepada nasabah merupakan fungsi bank syariah yang
ketiga. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank
syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindahbukuan, penagihan
surat berharga dan lain sebagainya. Aktivitas pelayanan jasa merupakan
aktivitas yang diharapkan oleh bank syariah untuk dapat meningkatkan pendapatan
bank yang berasal dari fee atas pelayanan jasa bank. Beberapa bank berusaha
untuk meningkatkan teknologi informasi agar dapat memberikan pelayanan jasa
yang memuaskan nasabah. Pelayanan yang dapat memuaskan nasabah ialah pelayanan
jasa yang cepat dan akurat. Harapan nasabah dalam pelayanan jasa bank ialah
kecepatan dan keakuratannya. Bank syariah berlomba-lomba untuk berinovasi dalam
meningkatkan kualitas produk layanan jasanya. Dengan pelayanan jasa tersebut,
maka bank syariah mendapat imbalan berupa fee yang
disebut fee based income.
1.4.
Bank Syariah di Indonesia
1.4.1. Bank Umum Syariah
1. PT Bank Syariah Mandiri
2. PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia
3. PT Bank Syariah BNI
4. PT Bank Syariah BRI
5. PT. Bank Syariah Mega Indonesia
6. PT Bank Jabar dan Banten
7. PT Bank Panin Syariah
8. PT Bank Syariah Bukopin
9. PT Bank Victoria Syariah
10. PT BCA Syariah
11. PT Maybank Indonesia Syariah
1.4.2. Unit Usaha Syariah
1.
PT.
Bank Danamon
2.
PT.
Bank Permata
3.
PT.
Bank Internasional Indonesia (BII)
4.
PT.
CIMB Niaga
5.
HSBC, Ltd.
6.
PT.
Bank DKI
7.
BPD DIY
8.
BPD Jawa
Tengah (Jateng)
9.
BPD Jawa
Timur (Jatim)
10.
BPD Banda
Aceh
11.
BPD Sumatera
Utara (Sumut)
12.
BPD Sumatera
Barat (Sumbar)
13.
BPD Riau
14.
BPD Sumatera
Selatan (Sumsel)
15.
BPD
Kalimantan Selatan (Kalsel)
16.
BPD Kalimantan
Barat (Kalbar)
17.
BPD
Kalimantan Timur (Kaltim)
18.
BPD Sulawesi
Selatan (Sulsel)
19.
BPD Nusa
Tenggara Barat (NTB)
20.
PT. BTN
21.
PT.
Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN)
22.
PT.
OCBC NISP
23.
PT.
Bank Sinarmas
24.
BPD Jambi
1.4.3. Layanan Syariah (Office Channeling)
1.
UUS Bank
Danamon
2.
UUS Bank
Permata
3.
UUS BII
4.
UUS Bank
Tabungan Negara
5.
UUS CIMB
Niaga
6.
UUS BTPN
7.
UUS HSBC
8.
UUS BPD DKI
9.
UUS BPD Banda
Aceh
10. UUS BPD Sumut
11. UUS BPD Riau
12. UUS BPD Sumbar
13. UUS BPD Sumsel
14. UUS BPD Jateng
15. UUS BPD DIY
16. UUS BPD Jatim
17. UUS BPD Kalsel
18. UUS BPD Kalbar
19. UUS BPD Kaltim
20. UUS BPD Sulsel
21. UUS BPD Nusa Tenggara Barat
22. UUS OCBC NISP
23. UUS Bank Sinarmas
24. UUS BNI
25. UUS BPD Jabar dan Banten
26. UUS BEI
27. UUS Bukopin
28. UUS IFI
29. UUS BRI
30. UUS Lippo
31. UUS BPD Jambi
1.5.
Perbankan Syariah di Indonesia
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan
dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka
Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa
perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara
bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara
sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk
meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi
berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang
saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan
dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai
kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan
spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta
layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih
bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang
kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa
terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya
penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan
hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan
harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan
produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan
bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat
spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan,
yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan
industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang
memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan
progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset
lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran
industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin
signifikan.
1.5.1. Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk
memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi
serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di
Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak
Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya,
berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi
aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait,
trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan
perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak
terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia
(ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga
keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board),
AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan
perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi
masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh
karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu
kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan
Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah
merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam
skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru
Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran
pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan
prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam
kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan
syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam
aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai
terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka
pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar
domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan
Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi
memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya,
sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah
perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang
menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang
dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang
dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi
sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya
dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan
senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai
bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
1.5.2.
Grand Strategy Pengembangan
Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya
pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah
merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai
strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu:
Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN,
pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan
universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih
beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan
perbankan syariah lebih dari sekedar bank.\
Selanjutnya berbagai program konkrit
telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy
pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai
berikut:
1.
menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah
pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond
Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan
industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia
sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target
asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase
III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan
syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124
triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
2.
program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi
aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah
sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek
diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam,
transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang
selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah
yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari
sekedar bank atau beyond banking”.
3.
program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap
potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa
bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat
dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
4.
program
pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang
didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan
dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang
mudah dipahami.
5.
program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh
SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi
kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa
bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi
prinsip syariah; dan
6.
program sosialisasi
dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana
komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik,
online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan
produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://business-law.binus.ac.id/2015/06/02/hukum-perbankan-syariah-di-indonesia/
http://www.bi.go.id/id/Default.aspx
http://www.bi.go.id/id/perbankan/syariah/Contents/Default.aspx
http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/definisi-pengertian-bank-konvensional-syariah.html
http://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-fungsi-dan-sejarah-bank.html#_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar